Jumat, 27 Maret 2015

KALENDER SAKA

KALENDER SAKA
A.    Pendahuluan
Waktu merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Segala kegiatan manusia, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, kegiatan duniawi maupun ukhrawi, umum maupun keagamaan semuanya tidak dapat dilepaskan dengan konteks waktu. Para ulama dan filosof tidak pernah mendefinisikan secara tegas tentang apa sesungguhnya waktu itu.[1]
Di sisi lain, di antara kebutuhan manusia yang tidak kalah pentingnya dengan kebutuhan primer lainnya adalah perlunya penanggalan atau yang biasa disebut dengan kalender atau tarikh. Manusia dalam siklus hidupnya dari kelahiran, peristiwa-peristiwa penting dalam hidup sampai saat kematiannya semua itu tercatat dalam angka-angka kalender sehingga lebih mudah untuk diingat atau bahkan diperingati. Ini sesuai dengan pengertian tarikh itu sendiriyang secara bahasa berarti era, kronologi, penanggalan, kronik, karya sejarah atau sejarah itu sendiri.[2]
Sejak ribuan tahun yang lalu, orang-orang telah menciptakan sistem penanggalan (kalender) untuk menyatakan urutan hari dalam bulan, pergantian hari hingga menyusun bulan, tahun, windu, hingga abad. Salah satunya yaitu sistem penanggalan yang diciptakan oleh orang-orang yang berasal dari suatu suku beragama Hindu di India yang dinamakan dengan kalender Saka.
Kalender Saka yang merupakan sebuah penanggalan syamsiyah qomariyah (candra surya) atau kalender luni solar ini tidak hanya digunakan oleh masyarakat Hindu di India saja, kalender saka juga masih digunakan oleh masyarakat Hindu di Bali dan juga merupakan dasar pemikiran sistem penanggalan Jawa di Indonesia, yang mana sampai saat ini sudah mengalami beberapa perubahan dan penyesuaian.
Dalam makalah “Sistem Penanggalan Saka” akan menguraikan tentang pengertian dan bagaimana sejarah serta perkembangan sistem penanggalan Saka yang akan sangat menarik untuk dibahas dan dipelajari bersama. Semoga dengan makalah ini banyak memberikan manfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian kalender saka
2.      Sejarah kalender saka
3.      Kalender saka di India
4.      Kalender saka di Jawa
5.      Kalender saka di Bali
6.      Istilah-istilah dalam kalender saka
7.      Penyusunan kalender saka

C.     Pembahasan
1.      Pengertian kalender saka
Kalender Saka adalah sebuah kalender yang berasal dari India. Kalender ini merupakan sebuah penanggalan syamsiah-kamariah (candra-surya) atau kalender luni-solar.[3] Kalender lunisolar merupakan gabungan antara solar calendar dan lunar calendar, maksudnya pergantian bulan berdasarkan siklus sinodis bulan dan beberapa tahun sekali disisipi tambahan bulan (Intercalary Month) supaya kalender tersebut sama kembali dengan panjang siklus tropis matahari. Era Saka dimulai pada tahun Masehi.[4] Berhubung bulan-bulan dalam kalender Saka hanya terdiri dari 30 hari, maka tahun baru harus disesuaikan setiap tahunnya untuk mengiringi daur perputaran matahari.[5] Penggunaan Kalender saka tidak hanya oleh masyarakat Hindu di India saja, kalender saka juga masih digunakan oleh masyarakat Hindu di Bali. Di Bali kalender Saka yang telah ditambahi dengan unsur-unsur lokal dipakai sampai sekarang, begitu pula di beberapa daerah di Jawa, seperti di Tengger yang masih banyak penganut agama Hindu. terutama untuk menentukan hari-hari besar keagamaan mereka.[6]
2.      Sejarah kalender saka
Kalender Saka berawal pada tahun 78 Masehi dan juga disebut sebagai penanggalan Saliwahana (Sâlivâhana). Kala itu Saliwahana yang adalah seorang raja ternama dari India bagian selatan, mengalahkan kaum Saka. Tetapi sumber lain menyebutkan bahwa mereka dikalahkan oleh Wikramaditya (Vikramâditya). Wikramaditya adalah seorang musuh atau saingan Saliwahana, beliau berasal dari India bagian utara. Mengenai kaum Saka ada yang menyebut bahwa mereka termasuk sukabangsa Turki atau Tatar. Namun ada pula yang menyebut bahwa mereka termasuk kaum Arya dari suku Scythia. Sumber lain lagi menyebut bahwa mereka sebenarnya orang Yunani (dalam bahasa Sansekerta disebut Yavana yang berkuasa di Baktria (sekarang Afganistan).[7]
Eksistensi Tahun Saka di India merupakan tonggak sejarah yang menutup permusuhan antar suku bangsa di India. Sebelum lahirnya Tahun Saka, suku bangsa di India dilanda permusuhan yang berkepanjangan. Adapun suku-suku bangsa tersebut antara lain: Pahlawa, Yuehchi, Yuwana, Malawa dan Saka. Suku-suku bangsa tersebut silih berganti naik tahta menundukkan suku-suku yang lain. Suku bangsa Saka benar-benar bosan dengan keadaan permusuhan itu. Arah perjuangannya kemudian dialihkan, dari perjuangan politik dan militer untuk merebut kekuasaan menjadi perjuangan kebudayaan dan kesejahteraan. Karena perjuangannya itu cukup berhasil, maka suku Bangsa Saka dan kebudayaannya benar-benar memasyarakat.[8]
Tahun 125 SM dinasti Kushana dari suku bangsa Yuehchi memegang tampuk kekuasaan di India. Tampaknya, dinasti Kushana ini terketuk oleh perubahan arah perjuangan suku bangsa Saka yang tidak lagi haus kekuasaan itu. Kekuasaan yang dipegangnya bukan dipakai untuk menghancurkan suku bangsa lainnya, namun kekuasaan itu dipergunakan untuk merangkul semua suku-suku bangsa yang ada di India dengan mengambil puncak-puncak kebudayaan tiap-tiap suku menjadi kebudayaan kerajaan (negara).[9]
Pada tahun 79 Masehi, Raja Kaniska I dari dinasti Kushana dan suku bangsa Yuehchi mengangkat sistem kalender Saka menjadi kalender kerajaan. Sejak itu pula, kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan beragama di India ditata ulang. Oleh karena itu, peringatan Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, dan hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional. Akibat toleransi dan persatuan itu, sistem kalender Saka semakin berkembang mengikuti penyebaran agama Hindu. Awal setiap bulan adalah saat konjungsi, sehingga tanggal kalender Saka umumnya lebih dahulu sehari dari tanggal kalender Hijriyah yang diawali munculnya hilal. Setiap bulan dibagi menjadi dua bagian yaitu suklapaksa (paro terang, dari bulan mati sampai purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang bulan mati). Masing-masing bagian berjumlah 15 atau 14 hari (tithi). Jadi kalender Saka tidak mempunyai tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh.[10]
Konsep sunya (kosong) dalam ajaran Hindu mendasari kalender Saka untuk menghitung tahun dari Nol. Tanggal 1 Caitra tahun Nol bertepatan dengan tanggal 14 Maret 78. Tahun baru 1 Caitra 1932 jatuh pada tanggal 16 Maret 2010. Di Indonesia kita mengenal tahun baru Saka sebagai Hari Raya Nyepi.[11]
Sebuah tahun Saka dibagi menjadi dua belas bulan. Berikut nama bulan-bulan tersebut:[12]
1.      Srawanamasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan Juli-Agustus atau bulan Jawa/Bali Kasa
2.      Bhadrawadamasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan Agustus-September atau bulan Jawa/Bali Karo
3.      Asujimasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan September-Oktober atau bulan Jawa/Bali Katiga
4.      Kartikamasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan Oktober-November atau bulan Jawa/Bali Kapat)
5.      Margasiramasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan November-Desember atau bulan Jawa/Bali Kalima
6.      Posyamasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan Desember-Januari atau bulan Jawa/Bali Kanem
7.      Maghamasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan Januari-Februari atau bulan Jawa/Bali Kapitu
8.      Phalgunamasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan Februari-Maret atau bulan Jawa/Bali Kawolu
9.      Cetramasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan Maret-April atau bulan Jawa/Bali Kasanga
10.  Wesakhamasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan April-Mei atau bulan Jawa/Bali Kasepuluh/Kadasa
11.  Jyesthamasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan Mei-Juni atau bulan Jawa Dhesta atau Bali Desta
12.  Asadhamasa, kurang lebih bertepatan dengan bulan Juni-Juli atau bulan Jawa Sadha atau Bali Desta
Dengan demikian kalender Saka mempunyai nilai sejarah yang tinggi dan bermakna dan mempunyai kedudukan penting terhadap beribadatan bagi umat Hindu di India pada saat itu.
3.      Kalender saka di Jawa
Pada abad ke-4 Masehi agama Hindu telah berkembang di Indonesia Sistem penanggalan Saka pun telah berkembang pula di Indonesia. Itu dibawa oleh seorang pendeta bangsa Saka yang bergelar Aji Saka dari Kshatrapa Gujarat (India) yang mendarat di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 456 Masehi.[13]       
Awal mula perkembangan Tahun Saka di Indonesia terjadi pada zaman Majapahit, Tahun Saka benar-benar telah eksis menjadi kalender kerajaan. Di Kerajaan Majapahit pada setiap bulan Caitra (Maret), Tahun Saka diperingati dengan upacara keagamaan. Di alun-alun Majapahit, berkumpul seluruh kepala desa, prajurit, para sarjana, Pendeta Siwa, Budha dan Sri Baginda Raja. Topik yang dibahas dalam pertemuan itu adalah tentang peningkatan moral masyarakat.[14]
Kalender Saka tetap dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17. Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriyah secara bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriyah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan kalender Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan Kalender Jawa yang mengikuti kalender Hijriyah. Cuma bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi tanggal 1 Muharram 1043 Hijriyah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum`at Legi (Sweet Friday) tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriyah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul-Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang sangat bercorak Islam dan sama sekali tidak lagi berbau Hindu atau budaya India.[15]
Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramelan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharram juga disebut bulan Sura sebab mengandung Hari Asyura 10 Muharram. Rabi`ul-Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi`ul-Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah Mulud”. Sya`ban merupakan bulan Ruwah, saat mendoakan arwah keluarga yang telah wafat, dalam menyambut bulan Puasa (Ramadhan). Dzul-Qa`dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha.[16] Bulan ganjil berumur 30 hari, seddangkan bulan-buulan genap berumur 29 hari, kecuali bulan ke-12 berumur 30 pada tahun panjang.[17]
Nama-nama hari kalender Saka dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang dianggap berbau penyembahan benda langit dihapuskan oleh Sultan Agung, diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pasaran atau pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India.[18]
Dari realita di atas, tidak dapat dipungkiri sistem penanggalan Saka menjadi titik awal perhitungan terhadap sistem penanggalan yang ada di Indonesia, khususnya sistem penanggalan Jawa Islam sebagaimana yang kita kenal sekarang.
4.      Kalender saka di Bali
Kalender saka berkembang dan menyebar sampai ke Indonesia khususnya ke Bali, hanya saja kalender ini setelah sampai di Bali mengalami berbagai perubahan dalam sistematikanya., sehingga terjadi perbedaan. Karena perbedaan itulah maka kalender Saka yang ada di Bali lebih populer dengan nama kalender Saka Bali.
      Kalau dilihat dari sejarahnya, kalender Saka Bali ini belum bisa dipastikan siapa penciptanya dan tahun berapa mulai berlakunya. Namun apabila ditinjau dari adanya penerbitan kalender Saka Bali, maka akan ditemukan peristisnya yaitu I Gusti Bagus Sugriwa dan I Ketut Bambang Gde Rawi. Kedua orang inilah yang telah menyusun dan menerbitkan kalender Saka Bali yang dapat kita warisi sampai sekarang.
      Di dalam penentuan awal dan akhir tahun kalender Saka Bali berpedoman dengan kalender matahari yaitu pada saat matahari tepat berada di bawah khatulistiwa. Akhir tahunnya ada pada tilem (New Moon) kesanga pada saat bulan mati yang terjadi antara bulan Maret- April, dan merupakan tilem yang terdekat dengan tanggal 21 Maret. Pada saat itu diadakan upacara Tawur Kesanga dan besoknya dimulai tahun baru yang dirayakan umat Hindu yang terkenal dengan nama Hari Raya Nyepi (penanggalan 1 Sasih Kedasa).
      Sedangkan dalam menentukan umur bulan kalender Saka Bali berpedoman pada kalender bulan (Lunar Kalender) yaitu antara tilem dengan tilem berikutnya, dimana tilem dalam kalender Hijriyah adalah ijtima’ (kongjungsi). Dalam 1 bulan candra atau sasih, disepakati ada 30 hari terdiri dari 15 hari menjelang purnama disebut penanggal atau suklapaksa, diikuti dengan 15 hari menjelang bulan baru (tilem) disebut panglong atau kresnakapsa. Penanggal ditulis dari 1 pada bulan baru, sampai 15 yaitu purnama, menggunakan warna merah pada kalender cetakan. Setelah purnama, kembali siklus diulang dari angka 1 pada sehari setelah purnama sampai 15 pada bulan mati (tilem) menggunakan warna hitam. Dalam perhitungan matematis, untuk membedakan warna, sering dipakai titi. Titi adalah angka urut dari 1 yaitu bulan baru, sampai 30 pada bulan mati. Angka 1 sampai 15 mewakili angka merah atau penanggal, 16 sampai 30 mewakili angka 1 sampai 15 angka berwarna hitam atau panglong.
      Nama-nama sasih (bulan) pada kalender Saka Bali sebagai berikut:
1. Kesanga            = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
2. Kedasa              = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
3. Jhista                 = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
4. Shada                = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
5. Kasa                  = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
6. Karo                  = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
7. Katiga               = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
8.  Kapat               = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
9. Kalima              = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
10. Kaenem           = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
11. Kepitu             = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
12. Kewolu            = Tanggal 1­­­­­- Tilem = 29-30 hari
                              Umurnya              = 354-355
      Disamping berdasarkan kalender matahari dan bulan, kalender Saka Bali juga memasukkan kalender Wuku, yang merupakan kalender yang hanya ada di Indonesia, dimana umur dalam 1 tahunnya adalah 420 hari. 1 wuku sama dengan 1 minggu (7 hari), dan wuku berjumlah 30.
      Jadi dapat kita simpulkan bahwa kalender Saka Bali berpedoman dengan kalender matahari, kalender bulan dan tahun wuku atau bisa dikatakan kalender lunisolar ditambah kalender wuku.[19]
5.      Istilah-istilah dalam kalender saka
a.       Pengalantaka
      Para ahli kalender Saka Bali membuat rumusan penentu purnama – tilem yang dikenal dengan istilah pengalantaka atau pengalihan purnama tilem. Pengalantaka inilah yang menjadi inti dari kalender Saka Bali. Karena pada pengalantaka telah ditetapkan kapan terjadinya purnama-tilem. Pengalantaka menetapkan secara terperinci dan pasti kapan tepatnya hari purnama atau tilem, menurut weweran dan wuku. Tetapi sayangnya pengalantaka tersebut masih menggunakan saat tilem urfi’ (konjungsi), bukan tilem hakiki, yang terkadang selisih 1 hari antara saat tilem urfi dengan tilem hakiki. Di Bali terdapat berbagai jenis pengalantaka diantaranya: Pengalantaka Eka Sungsang ke Umanis, Eka Sungsang ke Pahing, Eka Sungsang ke Pon, Eka Sungsang ke Wage, Eka Sungsang ke Kliwon dll.
      Dari perkembanga keberadaan kalender Saka Bali tercatat penerapan pemakaian pengalantaka sebagai berikut:
      Pengalantaka Eka Sungsang ke Kliwon dipakai hingga tahun 1970 dan mulai tanggal 27 Januari 1971 dipergunakan pengalantaka Eka Sungsang ke Pon. Kemudian berdasarkan keputusan paruman sulinggih tanggal 25 Juli 1998 di Besakih Bali pengalantaka  yang berlaku mulai 1921 Saka (2000 M) sampai sekarang adalah pengalantaka Eka Sungsang ke Pahing.


b.      Pengerepeting Sasih – Malamasa atau Nampih Sasih
      Setiap kalender Lunisolar termasuk kalender Saka Bali, pada saat tertentu akan mengalami tahun panjang, dimana pada tahun panjang ini umur tahunnya 13 bulan. Kalau pada tahun biasa umur bulan berjumlah 12 bulan atau 354/355 hari, akan tetapi pada tahun panjang, umur tahunnya menjadi 13 bulan atau 384/385 hari. Hal ini pasti terjadi, karena dari penggabungan antara umur kalender matahari 365 hari dengan umur bulan 355 hari akan ditemukan selisih sebesar 10 hari per tahun. Dari selisih kelebihan umur tiap tahun itulah suatu saat akan berjumlah 30 hari atau 1 bulan. Sisipan bulan inilah yang disebut dengan malamasa.
      Kalender Saka Bali menempatkan bulan sisipannya hanya pada dua sasih yaitu sasih Jhista dan sadha, dimana jika ada pada sasih Jhista disebut dengan Mala-Jhista, sedangkan jika ada pada sasih Sadha disebut dengan Mala-Sadha.
      Dari sumber sastra wariga, apabila diperhatikan dan dijabarkan, maka akan terdapat suatu rumusan sistematika sebagai berikut:
ü   Mulainya suatu sasih adalah awalnya suklapaksa yaitu penanggalan 1 (apisan)
ü  Pertengahan suatu sasih adalah purnama, termasuk suklapaksa (penggalan 15)
ü  Berakhirnya suatu sasih adalah tilem, termasuk kresnapaksa (pangelong 15)
ü  Keberadaan suklapaksa dan kresnapaksa bagaikan danau dan lautan, pagi dan sore.
ü  Diperingatkan: “Pengerepiting Sasih dinamakan Malamasa, ada pada sasih Jhista dan Sadha.”
6.      Penyusunan kalender saka Bali
Langkah-langkah penyusunan kalender Saka Bali di bawah ini memakai sistem lama yaitu malamasa, sedangkan pengalantaka yang dipakai adalah Pengalantaka Eka Sungsang ke Pahing.
      Sebenarnya jika menggunakan Pengalantaka Eka Sungsang yang dibuat oleh I Gede Marayana, maka penyusunan kalender Saka Bali sangatlah mudah, karena pada Pengalantaka tersebut diutlis juga tanggal terjadinya Tilem, sehingga langkah-langkah penyusunannya sangat sederhana, yaitu sebagai berikut:
a.       Hitung dulu tanggal berapa Tahun Baru Saka Bali (Hari Raya Nyepi) yang sedang kita susun. Caranya tahun sebelumnya dibagi 19 untuk mengetahui apakah tahun sebelumnya itu terdapat Malamasa, dengan catatan:
·         Jika sisa 3, 6, 8, 11, 14, 16 dan 19, maka pada tahun tersebut terdapat Malamasa (jumlah bulannya ada 13). Jadi kita hitung jumlah tilem setelah tahun baru sebelumnya tersebut sebanyak 13. sehari setelah tilem yang terakhir (tilem ke-13) merupakan Tahun Baru Saka Bali berikutnya (Hari Raya Nyepi).
·         Apabila tersisa selain di atas, maka pada tersebut tidak terdapat malamasa (jumlah bulannya ada 12). Jadi kita hitung tilem sebanyak 12 kali, satu hari setelah tilem yang terakhir (ke-12) merupakan Tahun Baru Saka Bali berikutnya.
Praktek langkah pertama (penyusunan Tahun Baru Saka Bali tahun 1926 Saka = 2004 M)
Tahun sebelumnya adalah 1925 Saka, jika di bagi 19, bersisa 6, maka pada tahun tersebut terdapat Malamasa. Satu hari setelah tilem ke-13 yang dihitung setelah tahun Baru Saka 1925 (3 Maret 2003) adalah 21 Maret 2004. itulah Hari Raya Nyepi (Tahun Baru Saka 1926)
NB : Saat tilem, lihat Pengalantaka Eka Sungsang ke Paing karangannya I Gede Marayana. Dan jika kita hanya ingin mengetahui kapan jatuhnya Hari Raya Nyepi, maka cukup langkah pertama ini yang dikerjakan.
b.      Langkah berikutnya, tahun Saka yang kita hitung, dibagi19, unutk mengetahui apakah pada tahun tersebut terjadi Malamasa, dengan catatan:
·         Sisa 3, maka terdapat Malamasa; yang diletakkan pada bulan Jhista
·         Sisa 6, maka terdapat Malamasa; yang diletakkan pada bulan Sadha
·         Sisa 8, maka terdapat Malamasa; yang diletakkan pada bulan Jhista
·         Sisa 11, maka terdapat Malamasa; yang diletakkan pada bulan Sadha
·         Sisa 14, maka terdapat Malamasa; yang diletakkan pada bulan Jhista
·         Sisa 16, maka terdapat Malamasa; yang diletakkan pada bulan Sadha
·         Sisa 19, maka terdapat Malamasa; yang diletakkan pada bulan Sadha
Jika sisa selainnya ini, maka tidak ada Malamasa
Praktek langkah kedua
19269 = sisa 7, berarti tidak terdapat  Malamasa
c.       Selanjutnya kita urutkan tanggal berapa awal bulan-bulan berikutnya dengan cara sehari setelah tanggal terjadinya tilem merupakan tanggal 1 (penanggal 1), dimulai dari tahun Baru Saka Bali yaitu penanggal 1 Kadasa.
Praktek langkah ketiga
Penanggal 1 Kadasa 1926       = 21 Maret 2004
Penanggal 1 Jhista 1926          = 20 April 2004
Penanggal 1 Sadha 1926         = 19 Mei 2004
Penanggal 1 Kasa 1926           = 18 Juni 2004
Penanggal 1 Karo 1926           = 17 Juli 2004 dan seterusnya.[20]

D.    Analisis
Kalender Saka adalah sebuah kalender yang berasal dari India. Kalender ini merupakan sebuah penanggalan syamsiah-kamariah (candra-surya) atau kalender luni-solar. Era Saka dimulai pada tahun Masehi. Penggunaan Kalender saka tidak hanya oleh masyarakat Hindu di India saja, kalender saka juga masih digunakan oleh masyarakat Hindu di Bali. Di Bali kalender Saka yang telah ditambahi dengan unsur-unsur lokal dipakai sampai sekarang, begitu pula di beberapa daerah di Jawa, seperti di Tengger yang masih banyak penganut agama Hindu. terutama untuk menentukan hari-hari besar keagamaan mereka.

E.     Penutup
Demikianlah makalah mata kuliah Sistem Penanggalan yang berjudul ” Sistem Penanggalan Saka” ini saya buat. Selaku manusia yang merupakan mahluk tempat salah, khilaf, dan lupa, kami menyadari tak ada gading yang tak retak, tak ada yang sempurna kecuali Allah SWT, dan pasti dalam makalah sederhana yang kami buat ini terdapat banyak kekelliruan dan kesalahan. Kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan bagi yang selanjutnya. Kami harap makalah sini dapat bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi kita semua, Amin...





DAFTAR PUSTAKA
Murtadlo, Moh.  Ilmu Falak Praktis, Malang, UIN-Malang Press, 2008.
Dewan redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta, Ichtiar Baru van Hoeve,1997.
Shofiyullah, Mengenal Kalender Lunisolar di Indonesia, Malang, Pondok Pesantren Miftahul Huda, 2006.
Azhari, Susiknan, Ensiklopedi Hisab rukyat, Yogyakarta, Putra Pelajar, 2008.
Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik), Yogyakarta, Buana Pustaka, 2004.
http://jalanibrahim.wordpress.com/2010/08/13/kumpulan-sistem-penanggalan-kalender.
http://beritaakbar.blogspot.com/2009/05/sejarah-kalender-di-dunia.html. http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/artikel_bali/detail/2765.html.
http://www.beritabali.com/index.php?reg=&kat=pstw&s=news&id=20100316003
http://howto-bagaimana.blogspot.com/2010/07/mengenal-berbagai-jenis-kalender.html.
http://archive.kaskus.us/thread/2040630/0/tentang-kalender-saka-buatan-india






[1]Moh. Murtadlo, Ilmu Falak Praktis, Malang, UIN-Malang Press, 2008, hlm. 89.
[2]Dewan redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta, Ichtiar Baru van Hoeve, 1997, hlm. 68.
[3]http://id.wikipedia.org/wiki/kalender_saka, diakses pada hari Kamis, 31 Maret 2011, pukul 14.29 WIB.
[4]Shofiyullah, Mengenal Kalender Lunisolar di Indonesia, Malang, Pondok Pesantren Miftahul Huda, 2006, hlm 3-4.
[5] Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab rukyat, Yogyakarta, Putra Pelajar, 2008, hlm. 119-120.
[6] http://beritaakbar.blogspot.com/2009/05/sejarah-kalender-di-dunia.html, diakses pada hari Kamis, 31 Maret 2011, pukul 14.30 WIB.
[7] Ibid.,
[8] http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/artikel_bali/detail/2765.html, diakses pada hari Selasa, 29 Maret 2011, pukul 15.58 WIB.
[9] Ibid.,
[10]http://www.beritabali.com/index.php?reg=&kat=pstw&s=news&id=201003160003, diakses pada hari Kamis, 30 Maret 2011, pukul 14.53 WIB.
[11]http://howto-bagaimana.blogspot.com/2010/07/mengenal-berbagai-jenis-kalender.html, diakses pada hari Kamis, 31 Maret 2011, pukul 14.00 WIB.
[12]http://archive.kaskus.us/thread/2040630/0/tentang-kalender-saka-buatan-india, diakses pada hari Kamis, 31 Maret 2011, pukul 15.12 WIB.
[13]http://www.beritabali.com/index.php?reg=&kat=pstw&s=news&id=201003160003, diakses pada hari Kamis, 31 Maret 2011, pukul 14.33 WIB.
[14] Ibid.,
[15]http://jalanibrahim.wordpress.com/2010/08/13/kumpulan-sistem-penanggalan-kalender diakses pada hari Kamis, 31 Maret 2011, pukul 14.50 WIB.
[16] Ibid.,
[17] Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik), Yogyakarta, Buana Pustaka, 2004, hlm. 118-119.
[18] Ibid.,
[19]Shofiyullah, op. cit., hlm. 18-20.
[20]Ibid., hlm. 28-30. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar